The Undefined Eps. 004
121020
Alunan Hati
Ia berlari tanpa lagi menghiraukan apa yang ada di hadapannya, menerjang kerumunan yang terus mengajaknya untuk tetap merasa cukup dengan kehinaan. Memilih untuk mati sebelum ajal, menjadi begitu tidak lagi mungkin untuk dikehendakinya.
Entah, sebenarnya apa yang membisikkan hatinya sehingga tak pernah berhenti untuk menyurati akal agar menjauh dan tidak lagi membisikkan keputusasaan. Tetapi ada satu hal yang sangat ia sadari, bahwa setiap kali bayangan kakak begitu nyata memeluknya, maka kehangatannya selalu dengan mudah mampu menghadirkan lembaran-lembaran akan ingatan yang sangat indah, begitu menenangkan.
Langkahnya begitu meyakinkan untuk menuntun ia pada tempat-tempat yang dulu selalu menjadi saksi setiap kali terlukiskan senyuman dan rona merah di pipinya.
Seketika ia berucap di dalam hatinya, “Tubuh dan hatiku tidak pernah menghendaki untuk melupakannya sedikitpun. Kakak, di manakah kamu selalu menungguku selama ini?”
Lalu, sampailah ia di sebuah persimpangan kecil yang tidak ada kendaraan ataupun orang yang berlalu-lalang di sekitarnya. Begitu sepi keadaannya, padahal dulu suasananya sangat hidup, tapi saat ini tak ubahnya seperti kota mati.
Matanya yang terus mencari-cari sisa kehidupan di tempat ini, lalu berhenti menatap pada bayangan seseorang yang berada di seberang jalan. Tanpa ia sadari hatinya seperti tersayat, tetapi bukan luka. Air matanya terus mengalir, tetapi bukan sedih.
Tatapannya yang semakin kabur karena derai air mata yang tak lagi tertahankan justru membuatnya semakin mengenali bayangan itu. Hatinya terus meronta, meneriakkan penyesalan.
“Apa yang sudah aku lakukan! Padahal dulu kakak yang meninggalkanku, tetapi kenapa kakak hanya berdiam dan begitu lama menungguku di sini?!”
Kakak yang berdiri di seberang jalan, terlihat seperti jasad yang tidak lagi mendapati ruhnya. Seperti sedang mendengar alunan hati yang hanya bisa terus didengarkan dan dibentangkan seluas-luasnya hingga menutupi realitas serta rentang pikirnya sendiri.
YH.