221020
Menyemui Kerasionalitasan
Kakak sering sekali membahasakan kepada adik bahwa semudah itu menghadirkan bayang-bayang adik di sisi kakak walaupun kerasionalitasannya berkata itu sangatlah tidak mungkin menjadikannya nyata. Apakah yang kakak dan adik alami sampai pada titik ini masuk akal? Tidak. Semua ini tidak bisa dibahasakan dengan akal yang sehat. Tetapi, selalu ada celah untuk menjadi nyata ketika menghadirkan cintanya Allah yang tak pernah ada habisnya. Sungguhan, kalau bukan karena cintanya Allah ke kakak dan adik, maka kakak dan adik tak akan layak mendapati perasaan seindah ini.
Sebuah bayang-bayang kakak beberapa tahun silam menguatkan adik kala itu untuk kembali berinteraksi dengan hatinya kakak sehingga pada akhirnya raga kakak bisa mewujudkannya. Sapaan hangat kakak yang memunculkan harapan untuk bisa bersama dalam satu bingkai keimanan itulah yang memulai semua cerita ini. Tanpanya, mungkin adik tak akan pernah berani menghadirkan raganya di hadapan kakak.
Jika mengingat bagaimana tangisnya kemarin malam, rasionalitas adik tak akan sanggup untuk menahan diri dari setiap emosi yang sudah diluapkan. Tetapi, di saat yang bersamaan, semudah itu juga ternyata Allah membuatnya menjadi lebih ringan untuk direnungi. Sehingga tangisan kecutnya bisa berubah mengharu-biru dalam hitungan detik.
“Kak, tetaplah bersamaku dan jangan takut untuk melangkah perlahan untuk menyudahi kebohongan demi kebohongan ini. Allah tidak akan pernah ingkar pada janji-Nya bagi hamba-hamba yang selalu berserah diri hingga hanya tersisa takdir-takdir baik yang akan kita nantikan setelah ini.”
LO.